Catatan Bung Nigara
Prabowo, Infantino, dan Boikot Israel
Published
3 weeks agoon
By
Redaksi
LUAR BIASA. Presiden Prabowo Subianto, di antara kesibukan tugasnya di PBB, menyempatkan diri bertemu dengan Presiden FIFA, Gianni Infantino, Rabu (24/9/25), di New York. Kedua presiden membahas peran Indonesia untuk menyatukan dunia lewat sepakbola.
Istimewanya, jika tak keliru, ini adalah langkah FIFA yang pertama melibatkan kepala negara untuk ikut membantu FIFA. Selama ini, FIFA hampir selalu ‘merasa’ lebih tinggi dari PBB. Untuk perbandingan anggota PBB 193 negara, sementara FIFA beranggotakan 211 dan menjadi organisasi terbesar di dunia.
Bahkan, FIFA tak segan menghukum satu federasi (negara) jika kedapatan ada intervensi dari pemerintah (negara). Indonesia sendiri pernah mengalami hal itu 2015, ketika Mempora membekukan PSSI pimpinan La Nyalla dan memilih kelompok lain untuk menjalankan kompetisi.
Untungnya FIFA tidak serius-serius amat dalam menjatuhkan sanksi. Catatan, ini pun hanya berlaku pada Indonesia, negara lain termasuk Afrika Selatan yang di banned selama 30 tahun sejak 1961. Saat itu FIFA ikut menyuarakan anti rasisme.
Indonesia selain dihukum hanya satu tahun, FIFA juga memberikan izin khusus untuk tim U23 kita tampil di Seag 2015 di Singapura. Masih ada keistinewaan lain, 2023 setelah gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U20, karena penolakan kehadiran Israel. Indonesia malah diberi kepercayaan menjadi tuan rumah PD U17.
Masih belum cukup, pertemuan Infantino dengan Prabowo menjadi pertemuan keempat dengan seorang kepala negara. Sebelumnya sahabat Ketua Umum PSSI yang saat ini juga Menpora, Erick Thohir itu tiga kali bertemu Jokowi. Satu hal yang sejak Joao Havalange (1974-1998), Sepp Blatter (1998-2016, namun dimakzulkan karena terbukti korupsi 2015) hingga Gianni Infantino (2015 sudah 9 tahun, periode kedua) belum pernah dilakukan. Malah di final Piala Dunia 1990 Italia dan 1994, Presiden FIFA dan jajarannya duduk terdepan, sementara kepala penerintahan duduk di baris kedua.
Jadi, ketika Infantino mau bertemu berkali-kali dengan Presiden Indonesia, sungguh sesuatu yang sangat luar biasa. Meski demikian, sekadar mengingatkan dan mudah-mudahan ini tidak terjadi pada Presiden Prabowo. Kita tahu, presiden kedelapan kita berpidato sangat dahsyat saat mendukung Palestina Merdeka. Kita tahu juga sudah 153 dari 193 anggota PBB atau sekitar 80% mendukung kemerdekasn Palestina, sementara FIFA tetap masih abu-abu.
Hal ini berbeda jauh saat Arthur Dwery, Presiden FIFA asal Inggris (1956-1961) menjatuhkan sanksi berat bagi Afsel karena politik diskrimintatif. Meski Afsel mencoba memperbaiki dan meminta pada Presiden FIFA berikutnya: Erns Thommen dan Stanly Rous (1961-1974) upaya itu gagal total. Baru tahun 1990 di saat Havelange memimpin, hukum Afsel dicabut.
Nah, karena Prabowo berjuang keras untuk Palestina, khawatirnya, mudah-mudahan tidak terjadi, dimanfaatkan FIFA untuk mentolelir Israel. Norwegia saja yang satu grup-1 Eropa dan saat laga pertama (25/3/25) dijamu di Tel Avif serta memang 4-2, akan menolak berlaga 11/10/25 di laga kedua. Norwegia walaupun saat ini memimpin klasemen sementara dengan 5 kali main, memang semua, nilai 15, diikuti Italia dan Israel, sudah betencana untuk tidak bertanding. Jika itu dilakulan, Norwegia akan disanksi dan dicoret dari kualifikasi.
Itu yang jadi kekhawatiran saya. Di satu sisi, putaran keempat seandainya kita lolos atau jadi runner up grup akan ikut babak play off adalah kesempatan langka, tapi di sisi lain Presiden Prabowo aama seperti Bung Karno yang meminta Indonesia mundur 1958.
Semoga bermanfaat….
M. Nigara
Wartawan Sepakbola Senior

Babak 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 – Jalan Makin Terjal

Arab Saudi vs Indonesia – Now or Never

Kualifikasi Babak Ke-4 – Indonesia Coba Dijegal ke Piala Dunia 2026

FIFA Pernah Membela Indonesia 1938

Segala Cara Trump untuk Israel di Piala Dunia 2026

Babak 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 – Jalan Makin Terjal

Prabowo, Infantino, dan Boikot Israel

Canelo vs Crawford – the New Champion…

Segala Cara Trump untuk Israel di Piala Dunia 2026
