Connect with us

Catatan Bung Nigara

in memoriam Foreman – Raksasa yang Itu, Telah Pergi…

Published

on

Catatan tinju

RABU (30/10/1974) pagi waktu Jakarta. Hiruk-pikuk ibukota seperti terhenti. Pusat-pusat keramaian, Pasar Senen, Pasar Tanah Abang, Blok M, tak seperti biasa, sepi.

Sebaliknya, kerumunan orang ada di hadapan televisi kembung, hitam-putih. Banyak pesawat-pesawat televisi yang sengaja ditaruh di luar-luar ruangan dan menjadi pusat perhatian banyak orang: bersorak, berteriak, bertepuk tangan.

“Ali, Ali, Ali….,” pekik yang terdengar saat itu.

Itulah laga tinju dunia yang disiarkan TVRI. The Rumble in the Jungle, begitu judul yang mempertemukan Juara Dunia kelas Berat, George Foreman melawan Muhammad Ali. Laga yang menghentikan denyut kehidupan di bumi.

Advertisement

Foreman saat itu adalah juara dunia dan belum terkalahkan. Rekornya sangat luar biasa, dari 40 kali bertarung, kala itu, 37 kali menang KO/TKO. Pasar taruhan di masa itu 70-30 untuk mantan Marinir tersebut.

Bahkan dari kubu Ali, hanya dirinya yang yakin akan mampu menghentikan kiprah petinju yang bak raksasa itu. “Hanya saya yang yakin akan menang, kata Ali saat dialog bersama Foreman, Joe Frazier, dan Ken Norton dalam satu acara reuni para juara dunia kelas berat.

Sabtu, 5 November 1994, Foreman menjadi petinju tertua pertama yang mampu menjadi juara dunia. Usianya 45 tahun 299 hari, Big George yang baru saja dikalahkan dengan angka oleh Tommy Morrison dalam memperebutkan gelar WBO yang lowong (7/6/1993), menantang Michael Moorer, juara dunia kelas berat versi WBA/IBF.

Tak ada orang yang percaya jika laga itu akhirnya dimenangkannya. Moorer masih berusia 27 tahun, rekornya 35 kali menang, menang KO/TKO/RTD. Skill nya nyaris sempurna. Speed and power nya mumpuni, itu sebabnya ia mampu 30 kali menang KO/TKO/RTD.

Namun, bukan Big George jika tak mampu membuat kejutan. Moorer dibogem dan terkapar pada ronde 10. Maka, jadilah Foreman sebagai juara dunia tertua saat itu. Ya, di saat mayoritas petinju sudah lama gantung sarung tinju, Foreman justru kembali berkiprah dan sukses.

Beruntungnya, saya menyaksikan laga secara langsung di MGM Grand Garden, Las Vegas, Nevada. Ini laga kedua saya menyaksikan gelaran tinju dunia. Pertama di Meksiko, saat Julio Cesar Chavez bertarung melawan Greg Haugen, Stadion Azteca, Meksico, City (20/2/1993).

Advertisement

Sungguh, kisah itu seperti baru saja terjadi. Bayang-bayang tentang seorang Raksasa yang santun, seolah masih terekam dengan baik. Dalam dunia tinju profesional, ada dua golongan prilaku sang petarung.

Bad guy and Good guy, Foreman masuk dalam katagori yang kedua. Big George yang lahir di kota Marshall, Texas, terbilang sangat santun. Nyaris tak ada kontroversi tentang dirinya. Foreman sangat mudah tersenyum. Ia juga amat ramah dengan siapa saja.

Jumat malam (21/3/25) Foreman meninggal dunia di usianya ke-76 tahun. Foreman menyusul ketiga lawan sekaligus sahabatnya: Joe Frazier, meninggal di usia 67, 7 November 2011, lalu Ken Norton, meninggal di usia 70, 18 September 2013. Sementara Muhammad Ali, wafat di usia 74 tahun, 3 Juni 2016.

Ketika keempatnya masih berlaga di atas ring, dunia kelas berat memiliki bobot tersendiri. Setelah keempatnya turun, kelas berat seperti tak lagi cemerlang hingga kemunculan Mike Tyson.

Rest in peace, good giant, may you be reunited with loved ones someday,”

M. Nigara
Wartawan Tinju Senior

Advertisement

Copyright © 2023 Sangjuara.co.id - Memacu Glora Menuju Prestasi. All rights reserved.