Catatan Bung Nigara
Evaluasi, SEA Games Sudah Bergeser Jauh. Perlu Duduk Bersama Agar Sea Games Tetap Bermanfaat.
Published
2 years agoon

SEPERTI sudah saya duga, kericuhan atas kesewenangan Kamboja selaku tuan rumah Sea Games ke-32, akhirnya benar-benar terjadi. Bukan hanya dalam menentukan cabang olahraga, kesewenangan Kamboja terlihat jelas dibanyak hal. Semua itu, memperlihatkan ambisi berlebihan. Dan semua, jelas sangat jauh dari nilai olahraga yang senantiasa mengedepankan sportivitas.
Awalnya, banyak negara yang mempertanyakan penghapusan cabor-cabor seperti yang dmainkan di Seag-Seag sebelumnya. Banyak juga cabor-cabor yang aneh, bahkan namanya saja mungkin belum pernah kita dengar. Tapi, karena Seag memiliki aturan khusus, dan rumah belum menentukan cabor, maka protes itu tak mampu mengubah segalanya. Dari situ, Indonesia sendiri sesungguhnya telah dirugikan, bahkan sedikitnya 39 medali emas yang bisa kita raih, lenyap begitu saja.
Apa yang dilakukan Kamboja, sebetulnya juga pernah dilakukan tuan rumah-tuan rumah sebelumnya. Hanya saja, Kamboja sangat keterlaluan. Tujuannya pasti untuk mengincar gelar juara umum, Sea Games ke-32, 2023.
Maka, tidak heran sejak hari pertama Kamboja terus memimpin klasemen perolehan medali. Baru di hari ke-4, disalip oleh Thailand dan Vietnam, serta dua hari jelang penutupan, atlet-atlet kita yang sudah dicurangi akhirnya juga mampu menggeser tuan rumah dari posisi ketiga di klasemen perolehan medali.
Tak heran, jika Kamboja yang selama ini bukan merupakan kekuatan di Asean, tiba-tiba seperti negeri adidaya. Kalaupun tidak berhasil menjadi juara umum, setidaknya Kamboja akan masuk dalam 3 atau 4 besar. Dan yang paling tidak beruntung, Kamboja ingin dicatat negaranya tidak lagi menjadi ‘anak bawang’. Tapi, caranya sangat keterlaluan.
Bukan Pertama
Apa yang dilakukan Kamboja, sesungguhnya bukan hal aneh dan hal baru. Negara-negara Asean yang pernah menjadi tuan rumah Seag selama ini, juga telah melakukan hal yang sama. Pedihnya, kitalah yang dituding memulai hal tersebut. Kok, bisa?
Saya jadi terkenang dengan kisah Seag di Kuala Lumpur. “Gawat, kita nginap dan bertanding di mana, diantar kemana!” itu keluhan Dian Arifin, mantan pesenam nasional yang 2017 membawa tim senam kita di Seag Malaysia.
Itu bukan satu-satunya kisah. Saat akan ke acara pembukaan begitu pula. Tiba-tiba bis kontingen Indonesia ‘hilang’. Ada juga bis kontingen yang mogok.
Ketika saya tanyakan kepada panpel, saya saat itu anggota bidang media CDM, mereka tertawa. “Kami belajar dari gurunya,” kata mereka. Maka cerita-cerita miring dan tak sedap tentang kita pun bertebaran.
Mereka menuding Indonesialah yang pertama kali tidak komit. Kita dituding yang justru menjadikan Seag sebagai tujuan utama. Bukti konkritnya, sejak 1977, Seag pertama di Kuala Lumpur hingga 1983 Seag ke-4, Singapura, kita terus-menerus menjadi juara umum.
Tidak hanya itu, saat menjadi tuan rumah, ada beberapa cabor yang mutlak dikuasai dan disapu bersih medali emasnya. Malah, ada atlet yang terus-menerus diturunkan untuk merebut emas. Ada beberapa atlet yang terus dimainkan sejak 1977 hingga 1983, 1985, dan 1987. Begitulah faktanya. Sedih, dan ironi.
Tak heran, sejak itu, Indonesia dijadikan sebagai ‘musuh bersama’. Perlawanan terjadi di tahun 1985, saat Thailand menjadi tuan rumah. Thailand patut dapat diduga bersama Malaysia, Singapura, dan Filiphina, Vietnam belum muncul sebagai kekuatan karena masih repot setelah berakhirnya perang, ‘membuat komitmen untuk melawan Indonesia’.
Sebagai tuan rumah, Thailand mampu merebut gelar juara umum. Sebenarnya tidak aneh, karena Thailand sendiri penguasa Seap Games (Pesta Olahraga Semenanjung Asia) pesta olahraga sebelum Sea Games. Seap Games sendiri tidak memiliki komitmen sebagaimana Sea Games.
Catatan, pembentukan Seap games terjadi tahun1958, saat Asian Games di Tokyo. Enam negara yang bersepakat: Burma (sekarang Myanmar ), Kamboja, Laos, Malaya (sekarang Malaysia ), Thailand dan Republik Vietnam (Vietnam Selatan).
Adalah Luang Sukhum Nayapradit, wakil presiden Komite Olimpiade Thailand saat itu menggagasnya. Alasan yang diusulkan adalah bahwa acara olahraga regional akan membantu mempromosikan kerjasama, pemahaman, dan hubungan antar negara di kawasan Asia Tenggara. (sumber Google-wikipedia).
Tapi tahun 1975, Seap Games berubah menjadi Sea Games. Semua negara Asean dilibatkan. Jika Seap Games hanya 6 negara, Sea Games saat itu 10 negara, dan kemudian menjadi 11 karena Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia dan menjadi Timor Leste, negara sendiri.
Kawah Candradimuka
“Sea Games itu adalah kawah candradimuka bagi bangsa-bangsa Asean,” begitu kata Wakil Presiden, H. Adam Malik, saat membuka dialog dengan para juara karate mahasiswa yang akan melakukan perjalanan kebeberapa negara Asia sebagai hadiah kesuksesan mereka, tahun 1982.
Para juara itu dihasilkan dari Kejuaraan Nasional Mahasiswa memperebutkan Piala Wakil Presiden. UKI (Universitas Kristen Indonesia) adalah penyelenggaranya. Saya, satu-satunya wartawan (Kompas) yang ikut baik sebagai panitia maupun sebagai anggota tim keliling itu.
Lalu, wartawan senior dan mantan Menteri Luar Negeri RI itu berkisah. “Saat itu tidak posisi resmi. Artinya di sela-sela sidang Asean, saya berbincang dengan menlu-menlu lain,” katanya lagi. “Kenapa ya di Asian Games apa lagi Olimpiade, tidak ada atlet-atlet kita yang bisa berkiprah dengan baik?” lanjut Pak Adam Malik.
Dari sana lalu disepakati menciptakan satu event untuk saling membantu di antara atlet bangsa Asean. “Ya, seperti kawah candradimuka, begitu.”
Maka, Seap Games pun dilebur menjadi Sea Games. Tujuannya, ya untuk saling membantu. Bukan untuk saling bersaing. “Sea Games bukan tujuan!” tegas Pak Adam. “Jadi, jangan satu negara ingin terus menguasai Seag itu, tapi, setiap negara dengan keistimewaan cabang khusus, harus memperoleh bantuan ber sparing partner dari negara lainnya. Supaya ada keseriusan dibuat seperti AG dan Olimpiade. Tapi, karena ini adalah ajang persiapan, regulasinya juga dibuat khusus,”
Sungguh, sangat indah ide itu. Tapi, semua menjadi tinggal kenangan. Dimulai dari kita yang terus-menerus juara umum 1977-1983, dan ada banyak atlet yang juga terus-menerus diturunkan. Konon ada atlet cabor tertentu yang berhasil merebut 13 medali emas dan perak untuk kurun lebih dari 5 Seag.
Jika melihat dari sisi tujuan, tidak ada yang keliru kita kuasai Seag. Tapi jika melihat tujuan awal dibentuknya Seag seperti kisah Pak Adam Malik, ada baiknya kita merenung.
Fakta itulah yang oleh negara lain Indonesia dituding memaksakan diri mengangkangi Seag. Padahal, ide awalnya setiap dua Seag, atlet wajib berganti. Dengan begitu, regenerasi akan terus-menerus terjadi. Dan dengan regenarisi yang baik, maka pembinaan bisa berjalan dengan baik pula. Dengan begitu pula, maka prestasi bisa ditingkatkan ke ajang yang lebih tinggi.
Untuk itu, rasanya seluruh stake holder olahraga bangsa Asian agar bisa duduk kembali. Mereka perlu merancang ulang. Dan pada akhirnya harus memasukkan Seag sebagai bagian dari AG dan Olimpiade.
Jika tidak, saya khawatir Seag bisa menjadi ajang permusuhan di antara bangsa Asean itu sendiri. Dan, jangan sampai mudarat Seag akan lebih banyak dari manfaatnya.
Semoga ke depan, tidak ada lagi tuan rumah yang berlaku sewenang-wenang. Dan tidak juga yang menfanggap seag adalah segalanya.
Semoga bermanfaat.
You may like

In memoriam Barce Nazar – Selamat Jalan Sahabat ….

Antusiasme Tinggi, 4.000 Lebih Atlet Tampil di Piala Bela Negara 2025

Piala BELA NEGARA – Untuk dan Atas Nama Bela Negara

Pergantian Shin Tae-yong – Gamsahabnida, Dangsin-eun nae ma-eum sog-e nam-a

Pergantian Shin Tae-yong – Maju Kena, Mundur Kena

Antusiasme Tinggi, 4.000 Lebih Atlet Tampil di Piala Bela Negara 2025

Piala BELA NEGARA – Untuk dan Atas Nama Bela Negara

You must be logged in to post a comment Login